Suara.com – European Super League (ESL) atau yang secara resmi dikenal sebagai The Super League, kembali menjadi sorotan karena menerima penolakan yang cukup signifikan.

Perbincangan seputar European Super League kembali mencuat setelah Pengadilan Uni Eropa mengambil keputusan bahwa UEFA dan FIFA melanggar aturan dengan melarang para pemain dan klub untuk berpartisipasi dalam ESL.

Sejak awal munculnya ide European Super League pada pertengahan April 2021, UEFA dan FIFA telah menegaskan penolakan mereka terhadap konsep kompetisi ini.

Menurut Pengadilan Uni Eropa, larangan yang diberlakukan oleh UEFA dan FIFA dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang dan upaya untuk menciptakan monopoli. Dalam konteks ini, kebebasan dianggap sebagai prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam mengelola kegiatan ekonomi sepak bola.

Lantas, apa sebenarnya European Super League dan mengapa begitu banyak pihak menolak kompetisi elite ini? Mari kita simak penjelasannya di bawah ini.

Mengenal European Super League

European Super League pertama kali diumumkan pada bulan April 2021. Awalnya, kompetisi ini dirancang untuk menjadi pesaing bagi turnamen yang berada di bawah naungan UEFA, seperti Liga Champions, Liga Europa, hingga Liga Konferensi.

Tujuannya adalah untuk bersaing dengan turnamen-turnamen tersebut dan mendapatkan keuntungan finansial yang lebih besar dari hak siar dan iklan. Sky Sports bahkan melaporkan bahwa setiap klub peserta di ESL dijanjikan mendapat 3,5 miliar Euro atau sekitar Rp60 triliun hanya dengan berpartisipasi.

Pada awalnya, 12 klub elit Eropa sudah menyatakan kesiapannya untuk bergabung. Dari Liga Inggris, terdapat Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur. Sementara itu, tiga klub dari Italia adalah Inter Milan, Juventus, dan AC Milan. Tiga wakil dari Liga Spanyol terdiri dari Atletico Madrid, Barcelona, dan Real Madrid.

Para pemimpin ESL termasuk Florentino Perez, Presiden Real Madrid yang menjabat sebagai Chairman. Selain itu, terdapat empat Wakil Chairman, yaitu Andrea Agnelli (Juventus), Joel Glazer (Manchester United), John W Henry (Liverpool), dan Stan Kroenke (Arsenal).

Dalam formatnya, ESL akan melibatkan 20 tim, dengan 15 di antaranya merupakan tim pendiri yang dijamin keikutsertaannya dan lima sisanya harus melalui kualifikasi setiap tahunnya. Tim pendiri ini tidak akan terdegradasi, sementara lima tim lainnya akan berubah setiap musim.

Salah satu kritik utama terhadap ESL adalah elitisme yang dianggap sangat kental dan kurangnya aspek kompetitif. Kompetisi ini hanya melibatkan tim-tim papan atas yang terpilih dari Eropa dan akan berlangsung dalam format semi-tertutup.

Karena mendapatkan banyak kecaman dari berbagai pihak, akhirnya sembilan klub memutuskan untuk mundur dari European Super League.

Sumber berita : https://www.suara.com/bola/2023/12/22/141120/apa-itu-european-super-league-kompetisi-elite-yang-ramai-mendapat-penolakan

Share:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *